Epic Panic Dramatic Mudik

I'm Back.
Fuh..fuh..., update dengan drama haha..
Beberapa cerita di blog tetang perjalanan keluar rumah belum pernah se-epic mudik lebaran kali ini.
Seperti biasa, setelah menjadwalkan mudik tanggal 12 Juni, saya mulai hunting tiket kereta api diawal Mei.

Kok naik kereta? Malang-Mojokerto kan cuma 2 jam naik bis aja bisa. Enggak ada rute Malang-Mojokerto langsung. Ribet banget karena harus transit Surabaya atau Sidoarjo.
Demi anak-anak, jawabnya.
Setahun sekali kita naik kereta! Veve dan Jevon protes waktu  saya bilang ribet banget karena harus nyocokin jam oper kereta di Sidoarjo.
"Aku udah gede  mami, ntr di sesek-sesekin kayak tahun lalu, enggak mau kalau naik bis!" gerutu Veve.
Ya weslah, naik kereta kita pp tahun ini.

Awal Mei tiket belum tersedia untuk tanggal 12 Juni, tiket baru bisa dibooking 2 hari kemudian.
Tiket balik enggak masalah, tahun kemarin udah pengalaman. Tapi kali ini mau nyobain naik Mutiara Selatan.
Untuk mudik, perjalanan naik Jayabaya, transit 3 jam di stasiun Sidoarjo sebelum nerus pakai Jenggala ke Mojokerto. Duh! bayangin nunggu 3 jam di stasiun mau ngapain aja udah bikin bete. Saking stresnya, saya sampai bikin simulasi seandainya selama 3 jam itu kami main ke Transmart yang cuma 3 km dari stasiun bakal telat enggak. Hasilnya? coret Transmart. Enggak sanggup membayangkan dikejar-kejar perasaan ketinggalan kereta.


Dan seperti biasa, jelang keberangkatan saya udah nervous dan gelisah. Muter melulu dan jadi uring-uringan.
Tahun ini pelampiasannya ngejulid dan ngejahit seperti biasa.
Ngejulid tulisannya orang lain di wattpad. Hihi...., tapi enggak terbuka kok, di chat room grup rahasia aja. Jadi enggak bikin rusuh orang lain kan?
Puas ngejulid, saya njahit. Dapet tas rimpel cantik buat Aqila. Sebenarnya mau bikin sepatu baby juga buat Alisha adeknya, tapi sudah 3x trial kok enggak bagus dijahit pakai mesin. Kecil banget sih.

Hari H.
Tanggal 12 Juni, menuju Sidoarjo naik kereta Jayabaya. Ini baru pertama kali kami naik Jayabaya. Kelasnya sih ekonomi. Tapi dalamnya bagus, lebih lapang dan bersih dibanding Martamaja. Perjalanan Malang-Sidoarjo berjalan lancar.
Sampai di Stasiun Sidoarjo jam 1 siang lebih dikit. Sesuai rencana, kami akan ngeprint tiket balik dulu, terus beli tiket Go Show untuk Jenggala. Loket pembelian lebih dekat dengan pintu keluar, jadi saya belok masuk.
Nanya dulu ke satpam ada mesin nomer antrian enggak?
Mas Satpam nanya balik, mau beli tiket kereta tujuan mana? tanggal berapa?
Begitu saya jawab Jenggala, nanti sore jam 16.00, Mas Satpam menunjukkan pemberitahuan kalau JENGGALA TANGGAL 12 JUNI 2018 BATAL BERANGKAT KARENA ADA PERBAIKAN!

JENG!JENG! Lemas seketika. Saya tanya alternatif kereta yang langsung ke Mojokerto yang Go Show, disarankan untuk naik ke jurusan wonokromo trus oper kereta lagi.
Saya melongo, betapa tambah ruwetnya. Alternatif lain Mas Satpam bilang, naik mikrolet ke pasar Krian trus oper naik bus.

Saya minggir sebentar, diam. Minum. Seperti biasa kalau udah kena serangan panik, berusaha sebisa mungkin berpikir tentang anak-anak, jadi dalam hati bolak-balik merapalkan mantera.

Saya mami, jadilah orang tua. Orang dewasa, kendalikan diri, kendalikan diri.

Masih belum memutuskan, saya ajak anak-anak keluar stasiun dulu mencari makan. Masih bulan puasa, enggak banyak yang jualan, tapi ada warung bakso di ujung stasiun. Sambil pesan saya nanya-nanya sama ibu yang jualan.

Ibu penjual menyarankan kami naik mikrolet ke pasar Krian lanjut naik Bus (sama seperti saran Mas Satpam) sambil menunjuk mikrolet orange tua yang sedang ngetem. Saya minum lagi sambil memperhatikan banyak taksi dan mikrolet yang lalu lalang. Mikrolet ada yang jurusan Porong, ada  pula yang jurusan Krian.

Enggak yakin, saya tanya lagi bagaimana kalau naik jurusan Porong. Ibu penjualnya bilang, enggak usah naik jurusan Porong, beliau pernah ke Jombang ya naik dari Krian itu. Jadi yes, saya putuskan naik bus aja deh. Anak-anak saya ingatkan kalau ini akan jadi perjalanan panjang dan melelahkan karena bakal naik turun anngkot. Kemungkinan berdesakan di bus lagi seperti tahun lalu.

Sebelum naik angkot, nanya bapak sopir dulu. Bapak sopir setuju dan menawarkan langsung diantar ke By Pass biar bisa langsung naik bis. Saya mikir dalam hati, berarti di pasar Krian nanti enggak bisa langsung naik bis, oper lagi enggak tahu ntar yang mana. Jadi saya setuju aja ketika bapak sopir minta nambah 5 ribu per orang.

Kami berangkat.
Jarak Sidoarjo-Krian ternyata jauh juga, hampir sejam perjalanan. Sampai di pasar Krian, kami dioper sama bapak sopir.
Saya protes keras karena janjinya akan diantar sampai ke by pass, dioper lagi kami harus nunggu angkot yang ngetem, bisa-bisa tambah lama lagi deh.
Bapak sopir menyakinkan kalau angkot langsug jalan. Jadi sambil cemberut, mengomel saya turun, naik angkot operan dan nanya seberapa jauh.
Untunglah, angkot beneran langsung jalan. Enggak jauh sebenarnya, paling sekitar 15 menit udah nyampai by pass.

Begitu turun, saya tolah-toleh. Kami ada di perempatan by pass. Jadi di sisi mana kami harus nyegat bis yang lewat Mojokerto? Untung ada mbak yang juga lagi menunggu. Ketika ditanya, mbaknya menunjukkan sisi sebelah kiri, jadi kami jalan dulu sedikit belok ke kiri.
Di sisi kiri, ternyata banyak juga yang lagi nungguin bis. Saya sedikit lega. Nanya lagi ke ibu yang lagi gendong anak. Ibunya mau ke Madiun. Saya lega, karena bis menuju Madiun lewat terminal Mojokerto.

Menunggu beberapa menit,  minum lagi banyak-banyak, lewat bus jurusan Jogya dan Ponorogo. Tapi enggak berhenti karena keliahatannya udah sesak.
Gelisah, saya nanya lagi ke bapak yang baru datang. Beliau bilang bener, nyegat di sini. Jurusan Trenggalek, Ponorogo, Jogja lewat Mojokerto.

Beberapa menit kemudian, lewat bis jurusan Trenggalek. Bis berhenti dan kami naik.
Sudah bisa ditebak, bis penuh sesak. Untung ada satu kursi untuk Jevon duduk. Veve didorong sampai belakang bus. Saya sendiri bertahan di samping Jevon.

Bagaimana rasanya ya udah ga usah ditanya lagi. Bau keringat penumpang, campur bau parfum menyengat belum lagi anak kecil di depan bangku Jevon muntah-muntah. Rasanya mau pingsan. Tapi lagi-lagi lihat Veve yang risih berdiri di belakang dijepit ditengah-tengah kernet dan pengamen, juga penumpang cowok, saya menahan gejolak perut, cengkraman di kepala dan berdoa semoga ada yang cepat turun.

Mendekati Tjiwi, akhirnya ada yang turun dekat saya berdiri. Veve pindah dan duduk di sebelah saya. Anak-anak ngumpul, saya lega.
Tapi ternyata bus mendadak minggir. Kernet dan supir turun, lalu terdengar suara klang-klang besi, bis bergoncang. Beberapa penumpang turun, sebagian bergumam kesal. Bisnya nge-ban!
Huweee....saya minum lagi. Sumpah! ini tinggal dikit lagi sampai. Berusaha mengalihkan perhatian, saya ngobrol sama Veve,  bercanda bilang makanya ga nurut mami naik bis aja dari awal. Begini ujung-ujungnya juga naik bis juga.

Setalah sekitar 20 menit, bis jalan lagi. Sepuluh menit kemudian, sudah sampai di terminal.
Telpon papa minta jemput.
Ketika jemput, papa sampai di depan terminal sambil ngomel menunjukkan ban sepedanya yang kempes kena paku!
What a day!
Anak-anak diambil Om-nya naik beat. Saya ganti ban sama papa. Fiuh! sampai deh di rumah.
Sudah? belum.
Malamnya enggak bisa tidur walau badan remuk redam karena saya anyang-anyangan. Komplit deh!

Sejenak masalah perjalanan terlupakan tenggelam dengan kesibukan di rumah dan obrolan ngalor-ngidul dengan saudara. Sedikit menghibur hati, saya tekankan sugesti kalau Jenggala pasti jalan lagi tanggal 20 hari kami balik ke malang.

Setelah semua acara Lebaran sama keluarga selesai, tanggal 16 saya mulai stalk akun twitter @KAI21, mencermati tweet kalau-kalau ada perkembangan. Juga meneror dengan pertanyaan tentang Jenggala, jalan enggak?jalan enggak? hihi..maaf ya admin.
Jawaban admin bikin bete karena katanya tanggal 20 belum bisa dipastikan Jenggala jalan apa enggak karena masih dalam perbaikan.

Panic attack part 2. Saya langsung uring-uringan. Anak-anak yang berlarian dan menjerit-jerit bikin saya senewen. Sampai malam gelisah terus. Saya googling alternatif-alternatif, akhirnya baru tahu kalau KA Dhoho-Penataran bisa langsung turun Malang. Tapi perjalanannya 6 jam
Okelah, itu alternatif kedua. Yang pertama Jenggala jalan, perjalanan seperti biasa, kedua naik Dhoho-Penataran, ketiga terpaksa banget ya ngebis.
Kalau ada yang bilang, kok susah banget sih, kan sebenarnya gampang aja. Naik apapun tetap sampai pulang. Enggak harus naik kereta, enggak harus Jenggala dan Mutiara Selatan.

Karena saya enggak suka kalau ada yang melenceng dari rencana. Saya bisa senewen, salah-salah bisa histeris. Makanya untuk perjalanan keluar rumah lebih dari 2 jam, saya harus memikirkannya sedetil mungkin. Harus ada minimal plan B. Harus ada persiapan-persiapan lain.
Untuk Jenggala ini, saya enggak kepikir kalau Kereta Jenggala itu tenyata cuma sebiji! jadi kalau rusak ya enggak jalan. Saya pikir ada 2 kereta, milik Mojokerto dan Sidoarjo. Ternyata cuma satu itu aja yang jalan bolak-balik. Gila!

Singkat cerita, saya akhirnya beli 2 tiket.
Plan A : Naik Jenggala (Kalau Jenggala jalan) nerus pakai Mutiara Selatan.
Plan B : Naik Dhoho Penataran (kalau Jenggala enggak jalan).

Sykurlah, Jenggala jalan di hari H. Lega karena sesuai rencana. Ketika naik kereta baru tahu mungkin ada beberapa kerusakan teknis sehingga bolak-balik keretanya ga jalan. Lampu gerbong beberapa kali mati, dan pintu hidroliknya enggak bisa nutup otomatis, jadi harus pakai tangan nutupnya.

Sampai di Sidoarjo, lagi-lagi kejadian yang dramatis kami alami. Biasanya, boarding sejam sebelum kereta datang enggak apa-apa. Kali ini, petugas menfilter dulu penumpang yang masuk.
Ketika kami datang, penumpang yang diperbolehkan boarding adalah penumpang kereta BIMA, yang jadwal keberangkatan lebih awal sejaman sebelum Mutiara Selatan.
Jadi saya dan anak-anak mundur dulu keluar, cari sarapan dan nyemil-nyemil. Setengah jam kemudian, udah ada antrian. Saya pikir BIMA udah jalan, berarti antrian itu penumpang Mutiara Selatan. Kami ikut antri dan lolos boarding.

Begitu duduk, ngeluarin Hape mau dicharge, bapak penjaga menghampiri.
Beliau bilang penumpang Mutiara Selatan dipersilakan keluar lagi.
What!? ya ampuuun, berasa diusir deh. Bapak itu minta maaf bolak-balik, sembari bercerita kalau hari ini keberangkatan kereta tujuan Malang ada 3, dengan jeda enggak lebih dari 20 menit. Sudah ada penumpang yang salah naik. Jadinya mereka enggak mau kejadian lagi.

Kami keluar sambil ketawa-ketawa, beneran mudik yang dramatis.
Sampai di Malang dengan selamat.
Tahun berikutnya, saya nantangin Veve naik Dhoho-Penataran yuk!
Veve meringis.
Dalam hati saya kepikiran, tahun depan harus beli tiket dobel-dobel deh. Ntr tinggal batalin kalau salah satu kereta enggak jalan.

Saya ribet!
Iya, jalan sama saya selalu ribet.




Comments

Popular posts from this blog

Rambut Singa

Titik Jenuh

Lockwood & Co Series