Menginap di Hotel





Ini koleksi Veve. Tanda peserta dari berbagai macam lomba yang sudah diikutinya sepanjang tahun ini. Beberapa kalah , beberapa menang.

Sebulan terakhir, Veve jarang sekali mengikuti pelajaran di sekolah, jadwal kegiatannya adalah mengikuti lomba. Mulai dari penyisihan tingkat kecamatan sampai tingkat kota. Lomba yang diikutinya juga bermacam-macam, mulai dari lomba mendongeng sampai lomba pramuka. Anaknya sangat menikmati. Saya sendiri yang kadang uring-uringan. Maklum sebagian besar lomba baru diinformasikan beberapa hari sebelum pelaksanaan. Saya enggak suka berlomba tanpa persiapan, tapi Veve memang ajaib. Kadangkala hanya dengan 3 hari persiapan, Veve sudah pe-de ikut lomba, walau hasilnya tentu saja tidak sama dengan yang berlomba dengan persiapan yang matang, tapi lumayanlah pulang membawa piala. 

Dulu, Veve dikenal dengan spesialis juara harapan. Awal-awal mengikuti lomba, di sebagian besar lomba, Veve hanya membawa piala juara harapan. Juara Harapan 1, 2, atau 3, tak jarang dia hanya masuk dalam daftar finalis lalu gugur di tahap selanjutnya. Kala itu saya bilang, jangan jadikan kemenangan sebagai tujuan, anggaplah sedang bersenang-senang, mencoba hal-hal baru. Veve memang tidak terbeban, dia santai saja. Ketika sudah kelas 4 dan semua lomba sudah pernah dia cicipi, piala yang dibawa pulang mulai beragam, sebagian besar juara 2 atau 3 ,hanya beberapa yang juara 1. 

Pengalaman mengikuti lomba menjadi modal dasar untuk mengikuti lomba-lomba berikutnya. Kemarin dia membawa pulang Piala juara 1 lomba cipta dan baca puisi. Buat Veve lomba ini adalah lomba yang paling berkesan. Menurutnya, lomba ini murni dinilai dari kemampuan anaknya.

Pada lomba cipta dan baca puisi, anak diminta membuat puisi dari rumah, puisi dikumpulkan sebelum lomba. Lomba dimulai dengan memberikan tema untuk dibuat puisi, peserta lomba bebas membuat puisi sesuai tema yang diberikan. Hasil puisi yang dibuat di saat lomba akan dibandingkan dengan puisi yang dibuat dari rumah. Cara penilaian yang cerdas.

 Puisi Veve yang dibuat di rumah, diedit habis oleh gurunya, jadi sudah pasti puisi itu bukan murni hasil pemikiran Veve. Juri tidak menilai puisi yang dibuat di rumah, yang dinilai adalah puisi yang dibuat di tempat lomba. 
Hasilnya, menurut Veve, banyak peserta yang sudah menghafal puisi dari rumah, mereka menyalin apa yang sudah dihafalkan, mirip-mirip dengan puisi yang mereka kumpulkan di awal lomba. 
Di tahap final, juri sempat rapat selama hampir 3 jam sebelum menentukan juara. Rupanya banyak peserta yang melakukan kecurangan. Sebelum lomba, mereka sudah mempersiapkan puisi yang akan ditulis dari rumah. Mereka menghafalkan syairnya. Parahnya ada juga yang copas dari internet. Juri  sangat jeli, ketika melakukan penilaian, mereka melakukan kroscek dengan puisi yang ada di internet. Beberapa anak menjiplak secara utuh puisi itu, ada  yang mengambil beberapa bait, ada juga yang hanya mengganti judulnya saja, bahkan ada beberapa anak yang puisinya sama persis.

Kata Veve, puisiku buatanku sendiri, wong aku ga pernah internetan. Memang benar, modal Veve hanya melihat dan membaca. Waktu saya tanya darimana dia mendapat ide untuk puisinya? kata Veve dia pernah melihat tari Remo sewaktu lomba Pramuka ( Veve memilih tema Tari Remo ), yang dia lihat , itu yang dia tulis. Sempat mendapat pujian dari Juri kalau kalimat yang Veve gunakan memang bagus, menunjukkan "kenakalan" khas anak-anak. Saya sendiri memang sering terkejut dengan apa yang ditulis Veve. Memang, buku yang dibaca Veve lebih banyak daripada buku yang saya baca, hahaha..sok sibuk. Diksinya bagus dan beragam, enggak seperti saya yang sering stuck memilih kata-kata. 

Tahun ini adalah tahun terakhir dia boleh mengikuti lomba, kalau sudah kelas 6, dia sudah tidak boleh lagi mengikuti lomba-lomba.. Waktu saya tanya apa yang ingin dia kejar, jawabnya : Aku pengin menginap di hotel, pengin merasakan apa itu karantina. Hahaha...
Baiklah, ayo berusaha, mudah-mudahan.

Comments

Popular posts from this blog

Coret Satu Lagi

Lockwood & Co Series

Mencuri Ilmu